Rabu, 24 Februari 2010

Dana Hibah Rawan Diselewengkan ke Politik

***Pencairan dana hibah sulit dikontrol siapa pun, termasuk DPRD Surabaya***
Kamis, 25 Februari 2010, 11:08 WIB
Amril Amarullah
SURABAYA POST - Pencairan dana hibah dan bantuan sosial kepada kelompok masyarakat atau organisasi rawan disimpangkan untuk kepentingan kampanye pemilihan walikota (pilwali) atau pemilihan umum kepala daerah (pemilukada). Pasalnya, pencairan dana hibah sulit dikontrol siapa pun, termasuk DPRD Surabaya.

Sekalipun ada kepala daerah yang menyatakan tidak akan memanfaatan dana hibah untuk kepentingan pilwali atau pemilukada, tapi celah penyimpangan penggunaan dana hibah tetap ada. “Saya setuju dengan larangan Mendagri soal penggunaan dana hibah ini, karena sangat rawan disimpangkan penguasa,” kata Musyafak Rouf, Wakil Ketua DPRD Surabaya, Kamis (25/2).

Menurutnya, terbitnya surat dari Mendagri No. 270/214/SJ tertanggal 25 Januari yang bertujuan membatasi gerak kepala daerah saat menggunakan dana hibah sangatlah tepat. Artinya, bila ada kepala daerah yang melanggar akan kena jerat hukum.



Sedangkan kerawanan itu sendiri, lanjutnya, terjadi saat pencairan dana. Dalam pencairan dana selalu disertai laporan tentang penggunaan anggaran tersebut.

Tapi, dalam pencairan dananya seringkali tidak tepat sasaran. Anggaran yang dicairkan sering diberikan kepada kelompok masyarakat yang tidak berhak menerima.

Anggaran tersebut, katanya, justru jatuh kepada kelompok-kelompok yang mendukung penguasa. Apalagi saat ini banyak daerah, termasuk Surabaya sedang menghadapi pemilihan walikota (pilwali).

Untuk mengontrol penggunaan dana hibah, katanya, orang yang diberi anggaran harus by name by address. Artinya, nama penerima harus sesuai nama dan alamatnya. Dengan demikian siapa saja yang menerima dana hibah bisa terkontrol.

Itu pun, kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PBK) ini, pengontrolnya masih lemah dan mudah kebobolan karena yang menerima dana hibah sangat banyak. “Jumlah penerima dana hibah bisa mencapai ribuan orangnya sementara yang mengontrol hanya puluhan orang,” ujarnya.

Karena itu, dia sangat tidak setuju program mendahului perubahan anggaran keuangan (MPAK) APBD Surabaya 2010 yang baru saja digelar DPRD Surabaya. Sebab, MPAK ini sejalan dengan turunnya dana hibah tersebut dari pemerintah pusat. Tapi karena yang menolak digelarnya MPAK hanya beberapa gelintir anggota dewan, akhirnya MPAK tetap disahkan.

Seperti diberitakan Rabu kemarin, Walikota Surabaya, Bambang DH, dilarang mencairkan dana hibah dan bantuan sosial kepada kelompok masyarakat atau organisasi untuk kepentingan kampanye pilwali atau pemilihan umum kepala daerah (pemilukada).

Larangan tersebut juga berlaku untuk semua kepala daerah se-Indonesia. Pembatasan tersebut diketahui sejalan dengan terbitnya surat dari Mendagri No. 270/214/SJ tertanggal 25 Januari. Isi surat yang diteken Mendagri Gamawan Fauzi itu mengenai akuntabilitas dan transparansi penggunaan anggaran untuk pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah pada 2010.

Sementara Moch Fadil, staf ahli walikota Surabaya mengatakan, penyimpangan penggunaan dana hibah bisa saja terjadi. Bahkan, tidak hanya soal pencairan dana hibah saja yang bisa disimpangkan.

Tapi fasilitas pemerintah untuk kepentingan kampanye pilwali juga sering disimpangkan. Seharusnya calon walikota (cawali), terutama cawali yang masih duduk sebagai pejabat di pemerintahan dan cawali dari inkumben dalam sosialisasinya tidak menggunakan fasilitas negara.

Tapi faktanya banyak cawali dari birokrasi dan inkumben masih menggunakan fasilitas negara. Khusus cawali dari birokrasi seperti yang dilakoni Tri Rismaharini, seharusnya dia cuti di luar tanggungan dan melepas jabatan untuk sementara. Tapi dia tetap melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk maju sebagai cawali. “Ini yang terjadi sekarang,” katanya.

Laporan: Purnomo Siswanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

®;

Dana Hibah Rawan Diselewengkan ke Politik

***Pencairan dana hibah sulit dikontrol siapa pun, termasuk DPRD Surabaya***
Kamis, 25 Februari 2010, 11:08 WIB
Amril Amarullah
SURABAYA POST - Pencairan dana hibah dan bantuan sosial kepada kelompok masyarakat atau organisasi rawan disimpangkan untuk kepentingan kampanye pemilihan walikota (pilwali) atau pemilihan umum kepala daerah (pemilukada). Pasalnya, pencairan dana hibah sulit dikontrol siapa pun, termasuk DPRD Surabaya.

Sekalipun ada kepala daerah yang menyatakan tidak akan memanfaatan dana hibah untuk kepentingan pilwali atau pemilukada, tapi celah penyimpangan penggunaan dana hibah tetap ada. “Saya setuju dengan larangan Mendagri soal penggunaan dana hibah ini, karena sangat rawan disimpangkan penguasa,” kata Musyafak Rouf, Wakil Ketua DPRD Surabaya, Kamis (25/2).

Menurutnya, terbitnya surat dari Mendagri No. 270/214/SJ tertanggal 25 Januari yang bertujuan membatasi gerak kepala daerah saat menggunakan dana hibah sangatlah tepat. Artinya, bila ada kepala daerah yang melanggar akan kena jerat hukum.



Sedangkan kerawanan itu sendiri, lanjutnya, terjadi saat pencairan dana. Dalam pencairan dana selalu disertai laporan tentang penggunaan anggaran tersebut.

Tapi, dalam pencairan dananya seringkali tidak tepat sasaran. Anggaran yang dicairkan sering diberikan kepada kelompok masyarakat yang tidak berhak menerima.

Anggaran tersebut, katanya, justru jatuh kepada kelompok-kelompok yang mendukung penguasa. Apalagi saat ini banyak daerah, termasuk Surabaya sedang menghadapi pemilihan walikota (pilwali).

Untuk mengontrol penggunaan dana hibah, katanya, orang yang diberi anggaran harus by name by address. Artinya, nama penerima harus sesuai nama dan alamatnya. Dengan demikian siapa saja yang menerima dana hibah bisa terkontrol.

Itu pun, kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PBK) ini, pengontrolnya masih lemah dan mudah kebobolan karena yang menerima dana hibah sangat banyak. “Jumlah penerima dana hibah bisa mencapai ribuan orangnya sementara yang mengontrol hanya puluhan orang,” ujarnya.

Karena itu, dia sangat tidak setuju program mendahului perubahan anggaran keuangan (MPAK) APBD Surabaya 2010 yang baru saja digelar DPRD Surabaya. Sebab, MPAK ini sejalan dengan turunnya dana hibah tersebut dari pemerintah pusat. Tapi karena yang menolak digelarnya MPAK hanya beberapa gelintir anggota dewan, akhirnya MPAK tetap disahkan.

Seperti diberitakan Rabu kemarin, Walikota Surabaya, Bambang DH, dilarang mencairkan dana hibah dan bantuan sosial kepada kelompok masyarakat atau organisasi untuk kepentingan kampanye pilwali atau pemilihan umum kepala daerah (pemilukada).

Larangan tersebut juga berlaku untuk semua kepala daerah se-Indonesia. Pembatasan tersebut diketahui sejalan dengan terbitnya surat dari Mendagri No. 270/214/SJ tertanggal 25 Januari. Isi surat yang diteken Mendagri Gamawan Fauzi itu mengenai akuntabilitas dan transparansi penggunaan anggaran untuk pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah pada 2010.

Sementara Moch Fadil, staf ahli walikota Surabaya mengatakan, penyimpangan penggunaan dana hibah bisa saja terjadi. Bahkan, tidak hanya soal pencairan dana hibah saja yang bisa disimpangkan.

Tapi fasilitas pemerintah untuk kepentingan kampanye pilwali juga sering disimpangkan. Seharusnya calon walikota (cawali), terutama cawali yang masih duduk sebagai pejabat di pemerintahan dan cawali dari inkumben dalam sosialisasinya tidak menggunakan fasilitas negara.

Tapi faktanya banyak cawali dari birokrasi dan inkumben masih menggunakan fasilitas negara. Khusus cawali dari birokrasi seperti yang dilakoni Tri Rismaharini, seharusnya dia cuti di luar tanggungan dan melepas jabatan untuk sementara. Tapi dia tetap melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk maju sebagai cawali. “Ini yang terjadi sekarang,” katanya.

Laporan: Purnomo Siswanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar