Minggu, 21 Maret 2010

Pemikir Strategis, Pejuang Kerakyatan


Namanya sudah cukup dikenal dikalangan aktivis kampus dan  juga komunitas petani. Dia memang ikon pergerakan tahun 1998. Pemikir strategis aksi yang berhasil mengakhiri kekuasaan 32 tahun Orde Baru. Kepiawaeannya sebagai pemikir strategis yang mendorong orang melakukan sesuatu, selalu muncul dari tuturan kata-kata gaya khas Jawa Timuran. Setiap kali berbicara menunjukkan etos perjuangan yang luar biasa. Sikap ini memang muncul, sejak dia belum dewasa. Baik itu disekolah maupun diluar sekolah.
Fitradjaya Purnama, begitu nama pria kelahiran 39 tahun silam ini. Saat ini, secara konstitusi dituntut rakyat untuk maju dalam pencalonan Walikota Surabaya masa periode 2010 – 2015. Melalui wadah bernama Konsolidasi Arek Suroboyo (KAS), nama Fitradjaya Purnama menyingkirkan bakal calon lainnya. Bola salju pencalonan pun bergulir. Fitra benar-benar calon Walikota Surabaya dari non partai. Sebagaimana dilansir media-media di Jawa Timur, KAS berhasil mengumpulkan 90.030 Kartu Tanda Penduduk (KTP). Merupakan kerja luar bisa.

 
Padahal minimal terkumpul dukungan 88.090 KTP atau 3 persen, dari penduduk Kota Surabaya yang mencapai 2,936 juta jiwa tidaklah mudah. Ternyata semua itu bisa dibuktikan. Sebelumnya banyak yang menduga, Fitra bakal gagal mencalonkan. Mengingat tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan dan dia sendiri tidak mampu membiayai cost perjalanan politik ini. Namun hanya bermodalkan Rp 400 juta, Fitra dan kawan-kawan KAS mampu membuat sejarah babak baru pemilihan Walikota Surabaya.
Alumnus Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS) ini, harus kembali melakukan perlawanan. Hanya saja perlawanan yang dia lakukan kali ini, beda dengan melakukan perlawanan terhadap rezim ordebaru tempo dulu. Dulu Fitra melawan sistem otoriter yang ada. Sekarang perlawanan itu secara head to head, satu sisi ingin berkuasa, sementara Fitra ingin menguasakan rakyat pada posisi formil.

Saat ini, kita, orang-orang yang mengharapkan keadaan yang lebih baik, sedang berada pada situasi krusial. Kita berada pada momentum perubahan! Anak-anak muda,  garda depan perubahan Indonesia, telah mencapai hasil nyata, berada di tengah kancah pergulatan politik nasional yang menentukan. Merebut Indonesia kembali ke tangan kita atau tuntas lepas ke tangan asing, “kata pendiri Senat Mahasiswa ITS ini.
Tentang Kota Surabaya
Bicara tentang Kota Surabaya, Fitra memimpikan tak lagi dibebani pertambahan penduduk dalam angka yang tingggi, Dia mengharapkan kawasan hunian dan produktivitas meluas lebih cepat keluar ke kawasan kabupaten satelit. Seperti ke Gersik, Bangkalan, Mojokerto, Lamongan dan Sidoarjo. Sehingga penataan kota sebagai kawasan dalam akan lebih mudah. Kebutuhan pokok warga akan terpenuhi dan bisa hidup layak. “Tanpa ada diskriminasi. Kebutuhan sembako, pelayanan publik, fasilitas umum, ruang terbuka dapat dinikmati bersama-sama. Dimana posisi strategis pelabuhan Surabaya dikawan timur Indonesia. bisa difungsikan secara maksimal, “urainya.
Untuk melakukan langkah tersebut, Fitra mempunyai konsep lingkungan papan atas tak boleh kumuh, sanitasi terkelola detil dan modern. Sekalipun itu dikampung-kampung. Kaki lima ditata dan diberi fasilitas serta kesempatan. Karena mereka sumber kuatnay perekonomian kota. “Terutama pasar-pasar tradisional harus dipercantik, supaya dapat bersaing dan menjadi obyek pariwisata, “tandas Komisaris di Guci Media. “Ditambah sektor produksi tak boleh mati. Mereka harus dibangkitkan lagi”
Fitra yakin semua itu bisa dilakukan. Karena Kota Surabaya mempunyai potensi-potensi dari sisi pendidikan. Perguruan tinggi di Kota Surabaya ini juga banyak yang berkualitas. “Maka yang paling penting perguruan tinggi harus digenjot secara radikal. Sehingga melahirkan sarjana-sarjana progresif yang pro rakyat, melawan kapitalistik. Nah, dari sinilah peradaban Indonesia baru benar-benar terbukti. Tentu dengan perubahan itu dimulai dari kampung-kampung, “harapnya.
Kedepan Fitra tentu mempunya harapan kepada warga Kota Surabaya. Dia meminta warga kota harus mempunyai kepercayaan diri, untuk sejajar dengan warga kota dunia. Berpikir lebih terbuka, maju dan berkembang. Warga kota perlu dibangun berbagai demensi politik, ekonomi, sosial dan budaya. “Sisa-sisa feodalisme dan kolonialisme yang membelenggu harus dihilangkan. Sifat hidup yang cenderung konsumeris dan tidak mengekor harus dikembalikan menjadi jati diri warga Kota Surabaya, “pinta aktivis Front Aksi Mahasiswa Indonesia ini.
Rekam Jejak
Fitradjaya Purnama, lahir di Banyuwangi-Jawa Timur, 26 Nopember 1970. Pendidikan ditempuh baik formal maupun non formal. Terakhir di Fakultas Teknik Mesin, Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya. Dikampus waktunya banyak dihabiskan pada kegiatan-kegiatan ekstra kampus yang sifatnya pada pembelaan kaum tertindas.
Bapak dua anak ini yang membidani beberapa organisasi kampus di ITS. Sehingga ITS dikenal sebagai kampus “sangar” oleh masyarakat pada waktu itu. Karena sebelumnya ITS terkenal sebagai kampus yang hanya berkutat pada disiplin ilmu. Tahun 1993, pendiri Senat Mahasiswa ITS, Aktivis Forum Komunikasi Mahasiswa Surabaya (FKMS), 1993-1997. Waktunya juga dihabiskan pada Aktivis Front Aksi Mahasiswa Indonesia (FAMI), 1993-1995.
Diluar kampus sebagai Organizer Pendiri Arek Suroboyo Pro Reformasi (ASPR), 1998 dan Ketua Dewan Pendiri Yayasan Cakrawala Timur, 2000-2002. Selain itu juga Ketua Dewan Pendiri Yayasan Blimbing, 2003 sampai sekarang dan Ketua Sekretaris Bersama Konsolidasi Demokrasi, 2003 sampai sekarang.
Dalam pekerjaan pekerjaan, selama ini dia sebagai    Komisaris di Guci Media (Grup Penerbitan dan Periklanan) dan President Associate di Presisi (Management Consultant).
Tim Media Center

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

®;

Pemikir Strategis, Pejuang Kerakyatan


Namanya sudah cukup dikenal dikalangan aktivis kampus dan  juga komunitas petani. Dia memang ikon pergerakan tahun 1998. Pemikir strategis aksi yang berhasil mengakhiri kekuasaan 32 tahun Orde Baru. Kepiawaeannya sebagai pemikir strategis yang mendorong orang melakukan sesuatu, selalu muncul dari tuturan kata-kata gaya khas Jawa Timuran. Setiap kali berbicara menunjukkan etos perjuangan yang luar biasa. Sikap ini memang muncul, sejak dia belum dewasa. Baik itu disekolah maupun diluar sekolah.
Fitradjaya Purnama, begitu nama pria kelahiran 39 tahun silam ini. Saat ini, secara konstitusi dituntut rakyat untuk maju dalam pencalonan Walikota Surabaya masa periode 2010 – 2015. Melalui wadah bernama Konsolidasi Arek Suroboyo (KAS), nama Fitradjaya Purnama menyingkirkan bakal calon lainnya. Bola salju pencalonan pun bergulir. Fitra benar-benar calon Walikota Surabaya dari non partai. Sebagaimana dilansir media-media di Jawa Timur, KAS berhasil mengumpulkan 90.030 Kartu Tanda Penduduk (KTP). Merupakan kerja luar bisa.

 
Padahal minimal terkumpul dukungan 88.090 KTP atau 3 persen, dari penduduk Kota Surabaya yang mencapai 2,936 juta jiwa tidaklah mudah. Ternyata semua itu bisa dibuktikan. Sebelumnya banyak yang menduga, Fitra bakal gagal mencalonkan. Mengingat tidak sedikit biaya yang harus dikeluarkan dan dia sendiri tidak mampu membiayai cost perjalanan politik ini. Namun hanya bermodalkan Rp 400 juta, Fitra dan kawan-kawan KAS mampu membuat sejarah babak baru pemilihan Walikota Surabaya.
Alumnus Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya (ITS) ini, harus kembali melakukan perlawanan. Hanya saja perlawanan yang dia lakukan kali ini, beda dengan melakukan perlawanan terhadap rezim ordebaru tempo dulu. Dulu Fitra melawan sistem otoriter yang ada. Sekarang perlawanan itu secara head to head, satu sisi ingin berkuasa, sementara Fitra ingin menguasakan rakyat pada posisi formil.

Saat ini, kita, orang-orang yang mengharapkan keadaan yang lebih baik, sedang berada pada situasi krusial. Kita berada pada momentum perubahan! Anak-anak muda,  garda depan perubahan Indonesia, telah mencapai hasil nyata, berada di tengah kancah pergulatan politik nasional yang menentukan. Merebut Indonesia kembali ke tangan kita atau tuntas lepas ke tangan asing, “kata pendiri Senat Mahasiswa ITS ini.
Tentang Kota Surabaya
Bicara tentang Kota Surabaya, Fitra memimpikan tak lagi dibebani pertambahan penduduk dalam angka yang tingggi, Dia mengharapkan kawasan hunian dan produktivitas meluas lebih cepat keluar ke kawasan kabupaten satelit. Seperti ke Gersik, Bangkalan, Mojokerto, Lamongan dan Sidoarjo. Sehingga penataan kota sebagai kawasan dalam akan lebih mudah. Kebutuhan pokok warga akan terpenuhi dan bisa hidup layak. “Tanpa ada diskriminasi. Kebutuhan sembako, pelayanan publik, fasilitas umum, ruang terbuka dapat dinikmati bersama-sama. Dimana posisi strategis pelabuhan Surabaya dikawan timur Indonesia. bisa difungsikan secara maksimal, “urainya.
Untuk melakukan langkah tersebut, Fitra mempunyai konsep lingkungan papan atas tak boleh kumuh, sanitasi terkelola detil dan modern. Sekalipun itu dikampung-kampung. Kaki lima ditata dan diberi fasilitas serta kesempatan. Karena mereka sumber kuatnay perekonomian kota. “Terutama pasar-pasar tradisional harus dipercantik, supaya dapat bersaing dan menjadi obyek pariwisata, “tandas Komisaris di Guci Media. “Ditambah sektor produksi tak boleh mati. Mereka harus dibangkitkan lagi”
Fitra yakin semua itu bisa dilakukan. Karena Kota Surabaya mempunyai potensi-potensi dari sisi pendidikan. Perguruan tinggi di Kota Surabaya ini juga banyak yang berkualitas. “Maka yang paling penting perguruan tinggi harus digenjot secara radikal. Sehingga melahirkan sarjana-sarjana progresif yang pro rakyat, melawan kapitalistik. Nah, dari sinilah peradaban Indonesia baru benar-benar terbukti. Tentu dengan perubahan itu dimulai dari kampung-kampung, “harapnya.
Kedepan Fitra tentu mempunya harapan kepada warga Kota Surabaya. Dia meminta warga kota harus mempunyai kepercayaan diri, untuk sejajar dengan warga kota dunia. Berpikir lebih terbuka, maju dan berkembang. Warga kota perlu dibangun berbagai demensi politik, ekonomi, sosial dan budaya. “Sisa-sisa feodalisme dan kolonialisme yang membelenggu harus dihilangkan. Sifat hidup yang cenderung konsumeris dan tidak mengekor harus dikembalikan menjadi jati diri warga Kota Surabaya, “pinta aktivis Front Aksi Mahasiswa Indonesia ini.
Rekam Jejak
Fitradjaya Purnama, lahir di Banyuwangi-Jawa Timur, 26 Nopember 1970. Pendidikan ditempuh baik formal maupun non formal. Terakhir di Fakultas Teknik Mesin, Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya. Dikampus waktunya banyak dihabiskan pada kegiatan-kegiatan ekstra kampus yang sifatnya pada pembelaan kaum tertindas.
Bapak dua anak ini yang membidani beberapa organisasi kampus di ITS. Sehingga ITS dikenal sebagai kampus “sangar” oleh masyarakat pada waktu itu. Karena sebelumnya ITS terkenal sebagai kampus yang hanya berkutat pada disiplin ilmu. Tahun 1993, pendiri Senat Mahasiswa ITS, Aktivis Forum Komunikasi Mahasiswa Surabaya (FKMS), 1993-1997. Waktunya juga dihabiskan pada Aktivis Front Aksi Mahasiswa Indonesia (FAMI), 1993-1995.
Diluar kampus sebagai Organizer Pendiri Arek Suroboyo Pro Reformasi (ASPR), 1998 dan Ketua Dewan Pendiri Yayasan Cakrawala Timur, 2000-2002. Selain itu juga Ketua Dewan Pendiri Yayasan Blimbing, 2003 sampai sekarang dan Ketua Sekretaris Bersama Konsolidasi Demokrasi, 2003 sampai sekarang.
Dalam pekerjaan pekerjaan, selama ini dia sebagai    Komisaris di Guci Media (Grup Penerbitan dan Periklanan) dan President Associate di Presisi (Management Consultant).
Tim Media Center

Tidak ada komentar:

Posting Komentar